
Do the harlem shake!
Dan terciptalah suasana chaotic yang kocak dan menggelikan di setting tempat tertentu. Demikianlah kesan pertama saya waktu lihat pertama kali kumpulan video Harlem Shake di Youtube, tepatnya 2 hari sebelum Valentine Day 2013. Bagi para netter pasti video ini sudah menjangkiti layar komputernya. Video yang berbentuk footage dan seakan asal-asalan ini menjadi virus bagi otak-otak kreatif untuk mengunggah video sejenis dengan judul Harlem Shake V.1, V.2, V.3 dst. Video serupa juga diproduksi dan disebar oleh siswa, pekerja kantor bahkan selebriti di Indonesia. Tampak jelas kumpulan video ini seakan menjadi bukti sah perkawinan silang antara perkembangan teknologi dengan kebebasan informasi secara viral.

Setiap orang kalau dia mau, bisa menyumbangkan video Harlem Shake tanpa aturan yang membatasi. Secara kasar video ini berisi sekumpulan orang yang sedang serius melakukan sesuatu, tiba-tiba didatangi oleh seorang memakai helm atau topeng yang menari sesukanya. Klimaks video biasanya muncul pada detik ke-15, tepat pada saat lagu menyanyikan lirik “do the harlem shake!”. Maka serentak, video yang seakan terpotong itu, berisi orang-orang yang tadinya serius, ikut menari atau melakukan gerakan aneh sesuka mereka. Di sinilah daya tariknya!
Secara viral, kehadiran kumpulan video-video Harlem Shake hampir sama dengan fenomena Gangnam Style setahun lalu. Persamaan mencolok ada pada media Youtube sebagai pembawa virus. Bedanya adalah, pada video ini tidak diperlukan teknik menari khusus yang harus dipelajari seperti Gangnam Style. Harlem Shake mendunia karena memberikan inspirasi kepada semua orang yang menyukai perubahan. Tampak jelas respon orang-orang yang bertipikal persisten terhadap perubahan akan memandang video ini dengan sinis sembari menyembur, “Video apaan sich itu?! Gitu aja ditonton!”

Nah, di balik itu semua, Video Harlem Shake semakin membuktikan kepada kita bahwa setiap orang di Bumi memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam perubahan dunia. Di samping itu ketiadaan pusat perubahan juga terlihat dengan munculnya bermacam-macam versi dari video ini. Alur video pun hanya menjadi preferensi bagi para penyumbang ide, dan bukan menjadi contoh. Dunia yang semakin mendatar diiringi dengan hilangnya pusat mengingatkan kita pada suatu ide tentang posmodernisme yang sempat bergaung beberapa dekade silam.
Setelah diserang dengan berbagai pertanyaan yang memojokkan, serta tuduhan bahwa posmodernisme hanyalah ilusi, kini tampil jelas di depan mata kita bentuk sesungguhnya dari konstruk penuh ambiguitas ini. Dengan ini pula, saya ucapkan selamat datang viral world, selamat datang posmodernisme!


Leave a comment