Edisi #SusahGakSihJadiHRD

Tidak ada namanya data sampah karena semua data berguna. Jika data dirasa tidak berguna, maka itu bukan data sampah, melainkan informasi sampah. Bagi praktisi HR, mengingkari kegunaan data sama dengan mengingkari takdir mereka sendiri. Tanpa data kebijakan ketenagakerjaan meluncur deras ke jurang irelevansi dengan segera.

hris03

Disebabkan data itu penting, maka informasi menjadi penting. Ini terjadi karena data tercipta berbahan baku informasi. Jika informasi (itu) penting, maka harus ada pengelolaan atasnya.

Untuk itu, praktisi HR sudah barang tentu tidak asing dengan istilah HR Information System, biasa disingkat HRIS (dan ada beberapa yang menggunakan terminologi HCIS/Human Capital Information System atau pula PIS/Personnel Information System, tergantung selera). Sesuai semangat jaman saat ini, saya masih lebih suka memakai istilah HRIS.

Saat ini, banyak perusahaan software maupun konsultan IT yang membanting stir untuk menawarkan jasa pembuatan software HRIS. Sesuai arus jaman, penyimpanan dan pengelolaan informasi secara digital wajib hukumnya. Harapan digantung setinggi-tingginya agar sistem komputasi dan komputerisasi informasi dapat lebih cepat dan akurat memproses kumpulan informasi menjadi data yang powerful bagi dunia HR.

Persoalan dari pengelolaan informasi berbasis komputasi di atas timbul tatkala HRIS diklaim gagal menjelaskan penting atau tidaknya sekumpulan informasi. Biasanya konsultan IT menawarkan modul yang siap pakai. Semua informasi tentang kepersonaliaan, penting ataupun tidak, dapat disimpan di sana. Tetapi tidak jarang ada juga yang menyediakan opsi kustomisasi modul.

Ini adalah penawaran yang tricky karena dengan memilih modul yang sudah jadi, divisi HR bisa jadi belum siap menyediakan informasi yang akan dimasukkan ke dalam sistem. Tetapi jika memilih customized, boleh jadi kita tidak tahu data apa saja yang kita perlukan. Ujung-ujungnya modul dilakukan secara bertahap (mengikuti jejak ingatan manajer HR tentang kebutuhan data untuk laporan ke “bos”).

hris04

Kalau sudah begitu, HRIS hanya menjalani kiprahnya sebagai penyimpan informasi yang sewaktu-waktu dapat dikeluarkan dan dilaporkan. Para praktisi HR di perusahaan harus meraba-raba apalagi kegunaan barang super canggih ini di dalam ruang kerja mereka sehari-hari.

Pengalaman di atas tidak akan terjadi jika sejak awal sebuah perusahaan sudah menetapkan HR system-nya. Seluruh proses kerja menghasilkan informasi yang sudah terintegrasi dengan proses lainnya. Semua dokumen yang kerap dirongrong petugas audit ISO 90001 tersedia dan tersimpan mengikuti kaidah 5R. Informasi yang berlimpah sewaktu-waktu dapat diproses menjadi data yang powerful. Ini tentu saja menjadi mimpi utopis bagi para pemegang jabatan HR Officer di perusahaan.

Akan tetapi se-absurd mungkin impian di atas, ada realitas yang berjalan. Beberapa perusahaan mungkin saja sudah 90% memiliki sistem yang terintegrasi tanpa software atau teknologi digital (kita sisakan 10% untuk improvement area). HR system bukan mainan mahal yang hanya sanggup diucapkan melainkan benar dimainkan. Perusahaan seperti ini dipastikan tidak mengalami kesulitan berarti saat menginstal dan mengimplementasikan HRIS.

Dari sisi implementasi, HRIS bagaikan lemari es penuh berbagai macam bahan makanan. Tanpa sistem yang jelas, bahan makanan yang seharusnya dapat dimasak untuk didapatkan faedahnya, berakhir di tempat sampah. Ini cikal bakal informasi sampah.

Ingat bahwa HRIS hanya mengelola informasi, tentang dari mana informasi berasal dan akan digunakan untuk apa, adalah HR system yang berbicara. Dengan adanya HR system bahan makanan dipastikan tersedia di lemari es dan siap diolah untuk disajikan sesuai menu yang diminta.

hris01

Jika anda adalah Chef yang diminta membuat makanan untuk satu minggu ke depan, anda pasti sudah mempersiapkan segalanya satu minggu sebelumnya. Apa saja bahan makanan yang akan anda pakai pasti sudah terdaftar di buku diari anda. Nantinya daftar itu akan mewujud ke dalam tumpukan daging, telur dan susu di dalam lemari es anda. Siap untuk diolah sewaktu dibutuhkan. Dengan begitu lemari es anda akan bekerja secara dinamis. Ketika anda menerapkan HR system, bahan makanan bukan saja dapat ter-update secara berkala, bahan yang kadaluwarsa juga dapat hengkang dari tempatnya dengan segera.

Untuk itu, mendesain HRIS tanpa memiliki HR system memerlukan ketahanan mental yang overwhelming, setara ketahanan mental seorang jomblo nonton bioskop di twentiwan sendirian. Karena sifatnya yang absurd (baca: sia-sia), desain HRIS tanpa HR system harus dibuat changeable, modifiable serta updateable. Desain yang kaku akan membuat petugas HRIS demotivasi saat Bos besar bertanya, “oke bung, bisa tidak sistem kamu mengakomodir kebijakan SDM kita yang baru?”

Maka, saat ada pimpinan yang meminta anda menginisiasi proyek HRIS, pastikan proyek ini muncul sebagai program inisiasi korporat, dan bukan hanya milik divisi HR. Syukur-syukur jika masuk dalam kategori “strategic initiative”.

Terakhir, yang perlu kita perjelas adalah apakah penggunaan HRIS “cukup” membantu kita dalam memperoleh data karyawan secara cepat dan akurat, atau malah membuat kita sibuk dengan tambahan proses kerja “input & maintain” dalam implementasinya. Karena jika yang dirasakan lebih condong pada opsi kedua, mungkin folder arsip fisik lebih “bermartabat” untuk digunakan seperti layaknya teman-teman kita di divisi akunting.


Comments

Leave a comment