SANG DON – The Great Mentor

vito

Pernah nonton film Godfather? Cerita mengenai keluarga mafia (Cosa Nostra) yang cukup tersohor di kalangan pecinta film. Dalam film tersebut diceritakan mengenai seluk-beluk keluarga mafia yang merajai dunia bisnis bawah tanah. Rupanya film yang dibintangi oleh Marlon Brando dan Al Pacino itu menawarkan banyak pelajaran mengenai organisasi. Salah satunya tentang bagaimana organisasi mencetak pemimpin.

Saat Vito Corleone (Marlon Brando) menjelang pensiun, ia bermaksud mengangkat putranya, Michael Corleone (Al Pacino) menjadi pimpinan keluarga. Sebelum tampuk pimpinan benar-benar diserahkan kepada Michael, Si tua Vito selalu mengajak Michael berdiskusi mengenai bisnis keluarga. Arahan demi arahan diberikan kepada calon pimpinan mafia terbesar itu. Pada satu adegan menjelang kematiannya, Vito Corleone memberikan arahan mengenai siapa orang yang bermaksud membunuh Michael. Pesan tersebut diterima dengan baik oleh Michael Corleone dan ia pun dapat mempersiapkan segala dengan baik. Menghindarkan keluarganya dari kehancuran.

Sebagai penonton, kita pun merasakan betapa luas dan komprehensif arahan sang Godfather kepada calon penggantinya. Dengan berbekal pengalaman yang mumpuni Vito Corleone mampu menjadi mentor yang efektif. Selain itu, hubungan yang dibangun di atas kepercayaan memperkuat efek yang ditimbulkan kepada sang mentee (orang yang dimentori). Sangat terasa sekali, relasi yang sedang dibuat oleh dua peran ini, bukan sekedar ayah dan anak, maupun atasan dan bawahan. Pada dasarnya, Michael tetap memiliki pilihan, apakah ia akan mempercayai arahan dari ayahnya atau tidak. Inilah keunikan dari proses mentoring.

Sebelum terlalu asyik berbicara tentang film Godfather, kita akan menggaris-bawahi satu proses penting dalam pengembangan sumber daya manusia, yakni Mentoring. Betul! Mentoring, atau ada yang menyebutnya sebagai walking side by side, adalah suatu proses pengarahan dan berbagi pengetahuan dari seseorang berpengalaman kepada orang lain terkait dengan pengalaman yang dimiliki. Proses ini dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Pada beberapa perusahaan proses ini dikelola dengan cukup cerdas. Sebut saja Intel, pengalaman perusahaan ini dalam mengelola proses Mentoring patut diacungi jempol.

Pada periode tahun 90-an Intel mengalami kemajuan yang cukup signifikan sehingga perluasan organisasi dibutuhkan. Slogan Intel Inside, membawa budaya baru mengenai Personal Computer (PC) ke area domestik. Pabrik-pabrik baru pun bermunculan dan mendorong kebutuhan atas orang-orang terbaik.

Miguero

Sebelum masa itu, proses mentoring di dalam perusahaan berjalan tanpa sistem. Setiap orang bebas menghubungi pimpinan senior untuk dijadikan mentor. Alih-alih program mentoring tersebut produktif, intel malah harus kehilangan beberapa kader terbaiknya karena proses berbagi tersebut berubah menjadi hubungan politis. Kedekatan antara karyawan dengan pimpinan senior membuat karyawan lain merasa tidak memiliki harapan untuk mendaki jenjang karir.

Adalah seorang senior administrative assistant bernama Ann Otero, yang bertindak layaknya seorang maestro manajemen, yang mengubah hubungan informal tersebut menjadi suatu proses yang terstruktur dan efektif. Dimulai dengan konsep mentor-matching sampai pada konsep mentoring for career development, sungguh membantu perusahaan intel berdiri sebagai salah satu perusahaan perangkat keras paling berpengaruh di industri komputer.

Jika memang mentor dibutuhkan untuk pengembangan SDM, lalu apa beda dengan pelatihan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bukan saja akan membandingkan keduanya. Bahkan kita akan gali apa perbedaan antara Mentoring, Training, Coaching dan Facilitating sebagai bagian dari pengembangan karyawan. Sebagai awal, silahkan lihat bagan di bawah ini:

4 development

Table 1. Perbedaan Coaching, Training, Mentoring & Facilitating

Dalam bagan tersebut, bagian pertama yang akan kita ulas adalah Coaching. Proses coaching secara umum dimaknai sebagai suatu aktivitas untuk membantu orang lain (karyawan) menemukan kekuatan dan mengidentifikasi kekurangan dalam rangka mencapai target kinerja dan produktivitas. Dalam proses coaching, seorang coach bisa jadi tidak mendalami bidang atau area pekerjaan yang dihadapi oleh coachee (orang yang di-coach). Akan tetapi, melalui proses interaksi yang terarah, coachee akan mendapatkan ide atau gagasan untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi sesuai dengan kekuatan dan kelemahan yang telah dimilikinya.

Berbeda dengan coaching, proses di dalam training bagaikan simulasi atas apa yang dilakukan di dunia nyata. Proses ini berlangsung cukup terarah sehingga memungkinkan peserta untuk belajar mengenai pengetahuan, kemampuan serta sikap yang sesuai dengan standar yang diinginkan. Pencapaian standard ini tentunya harus dikawal oleh seseorang yang paham benar dengan materi yang dilatihkan.

Berikutnya adalah facilitating (fasilitasi). Proses yang banyak disalahartikan ini sebenarnya berwujud dalam bentuk lokakarya (workshop) atau meeting. Peran utama fasilitator adalah mengarahkan peserta untuk melakukan sesuatu di luar kebiasaan berdasarkan komitmen bersama. Fasilitator akan menjadi orang yang menjaga komitmen tersebut selama program berlangsung. Oleh karenanya, fasilitator tidak harus menjadi orang yang ahli di dalam bidang atau area kerja peserta fasilitasi. Program pengembangan SDM juga dapat dilakukan secara berkelompok menggunakan proses ini.

Terakhir adalah mentoring. Secara umum, proses mentoring masuk ke dalam program pengembangan yang dilakukan oleh seorang ekspertis di perusahaan yang berpengalaman di bidang tertentu. Kebanyakan organisasi menggunakan program mentoring dalam rangka pengembangan leadership. Akan tetapi, bukan suatu alasan mentoring tidak dapat dilakukan untuk kebutuhan lain. Hal ini dikarenakan proses mentoring memiliki tujuan yang hampir sama dengan proses fasilitasi, yakni untuk menginspirasi suatu tindakan. Dikarenakan durasi dalam mentoring cukup panjang, terkadang seorang mentor dapat juga melakukan coaching, training maupun facilitating dalam masa mentoring.

Pada akhirnya, aktivitas apapun yang dilakukan seorang ekspertis untuk menginspirasi seseorang dapat disebut mentoring. Tentu saja ada langkah-langkah yang harus diperhatikan. Dalam memahami langkah-langkah umum yang dilakukan ketika mentoring, saya ajak Anda kembali menikmati cerita dari sang godfather:

vincent

Michael Corleone yang telah menjadi Godfather di sekuel film Godfather: III, mengulangi apa yang dilakukan papanya kepada calon penggantinya, Vincent Mancini (Andy Garcia). Sebelum akhirnya Michael meletakkan jabatannya, Michael memasukkan orang baru ke dalam bisnis keluarga. Sebelum masuk pada masa pendadaran oleh sang mentor, Vincent Mancini diminta untuk mengenal motivasi pribadi dan apa kontribusi pada organisasi. Tahapan ini cukup penting, sehingga mentor dan mentee dapat menyepakati tujuan akhir yang sama dari program mentoring.

Pada tahapan ini, mentor juga membangun hubungan yang dekat dengan mentee, sekaligus memberikan aturan main dalam mentoring. Dalam kasus Vincent Mancini, Sang Godfather meminta mentee untuk belajar dari apa yang ia lakukan dan harus bersabar untuk mengikuti apa yang disarankan olehnya. Sekali aturan main disepakati, maka proses mentoring dapat mulai berjalan.

Pada langkah selanjutnya, Godfather meminta Vincent untuk mengikuti kemana pun ia pergi dan belajar darinya. Proses ini semacam perkenalan kepada dunia bawah tanah yang tricky dan kejam. Dalam organisasi, perkenalan kepada budaya organisasi cukup krusial agar mentee tidak salah langkah dalam memahami arahan dari mentor.

Pada masa perkenalan ini, mulai dilangsungkan pembelajaran kepada mentee. Arahan yang diberikan oleh mentor bisa jadi sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di organisasi, bisa juga berdasarkan pengalaman pribadi mentor. Salah satu arahan dari Michael kepada Vincent yang cukup terkenal adalah, “Never hate your enemies! It affects your judgement.” Arahan seperti itu tentu saja memberikan pelajaran yang penting bagi “orang baru” dalam menghadapi situasi yang baru dialami ketika memasuki sebuah dunia yang masih asing.

Pada masa-masa mentoring, mentor dapat pula memberikan sebuah tugas kepada mentee untuk melatih dan mengembangkan kemampuan atau pengetahuan di bidang tertentu. Dalam organisasi di perusahaan, mentor dapat meminta mentee untuk menghandle satu proyek tertentu atau sekedar memintanya membaca buku tertentu. Dalam film Godfather, Michael meminta Vincent untuk melakukan penyamaran ke dalam pihak musuh untuk memahami jenis serangan apa yang akan dilakukan. Sebagai mentor, tentu saja ia harus juga memiliki ukuran yang jelas mengenai hasil dan tujuan penugasan.

Proses mentoring secara keseluruhan merupakan proses pembelajaran yang tidak akan selesai. Akan tetapi, baik mentor maupun mentee harus menyepakati check point yang akan dituju, serta apa yang akan dilakukan selanjutnya apabila satu check point telah dilalui. Dengan begitu proses mentoring akan sangat membawa manfaat yang besar bagi mentee khususnya mengenai pengembangan diri maupun karir di organisasi.

Nah, sekarang bagaimana dengan mentoring di perusahaan? Pada dasarnya, proses mentoring dapat dimulai dari masuknya karyawan baru ke dalam organisasi. Tetap kita tidak mengacuhkan karyawan lama dalam mengikuti program ini. Namun, akan jauh lebih efektif apabila new hire menjadi sasaran utama program mentoring. Bagi karyawan baru, proses mentoring selain menjadi penyemangat dalam bekerja, program ini memberikan ruang yang luas bagi karyawan baru untuk mengenal budaya perusahaan, mengetahui tips & trick mencapai produktivitas maupun menjalin hubungan dengan rekan kerja.

Kemudian siapa yang harus menjadi mentor bagi karyawan baru? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah atasan langsung. Sebagai pihak yang sebenarnya menyetujui dan bertanggungjawab dalam memasukkan “orang baru” ke dalam organisasi, atasan langsung alih-alih hanya menjadi pemegang kuasa pekerjaan, ia juga harus mampu menjadi mentor yang efektif. Sebagai orang yang “dianggap” expert di bidangnya, pengalaman dari atasan langsung tentu berguna bagi karyawan baru dalam menyesuaikan diri. Atasan langsung harus mampu walk side by side dengan anak buah barunya sebelum melepaskan ke rimba organisasi yang “tricky dan kejam” .

Dengan membaca artikel ini, semoga Bapak dan Ibu memiliki kesamaan visi tentang bagaimana mengembangkan karyawan selain mengirim mereka untuk training dan menentukan target pekerjaan yang harus diselesaikan. ***

Sumber:


Comments

One response to “SANG DON – The Great Mentor”

  1. Reblogged this on Bicara SDM and commented:
    Artikel ini sangat menarik. Mengenai proses mentoring dan beda mentoring dengan program pengembangan karyawan lain.

    Like

Leave a reply to SDM List Cancel reply